by : Prima Yunita Cahyaningtyas
Aku duduk tersimpung di tempat sunyi, hening dan menyakitkan. Kenangan dengan seseorang yang telah tiada di bumi ini membuat air mata ini keluar setetes demi setetes hingga membasahi pipi ini.
Kupegang sebuah foto seorang yang telah membuat aku bahagia sebelum dia mengembuskan nafas, namun setelah dia menutup matanya untuk yang terahir kesedihan membanjiri kisah hidup ini.
Dia sesosok orang yang kuat, tabah, baik, manis, soleh, dll. Aku tak pernah menaruh hati padanya, dia tau itu. Namun dia tetap menyayangiku dia selalu berusaha bagaimana bisa membuat aku senang dan tidak bosan denganya.
Hingga pada suatu ketika saat di mengetahui aku menyukai lelaki lain, dia berusaha untuk membantuku mendapatkan lelaki yang aku cintai. Walau pun menyedihkan baginya namun dia senang bisa membuat diriku bahagia katanya dulu. Aku tak pernah seklaipun menghiraukan perkatanya yang dia anggap penting atau pun hanya guyon belaka.
Sampai suatu saat, di pertemuan yang terahir sebelum dia memejamkan mata, dia berkata padaku.
"Kamu tau nggak apa yang ada di pikiranku ?" merangkul diriku seakan mengharapkan aku menganggap serius percakapan ini.
"Ya enggak lah, bodoh banget sih kamu, emang aku bisa baca pikiran orang apa?, borok - borok baca pikiran kamu, baca hati kamu yang selembut sutra aja aku enggan ox ...." jawabku sambil marah - marak sesal padanya.
"Iyakan aku cuman bercanda jangan sensitiv gitu, kamu itu gadis terahir yang aku cintai dan pacar pertama sampai terahir." menatap mataku dengan serius.
"Yang bener aja iya kalau kita putus terus apa kamu nggak akan ngalajutin hidup kamu?, kamu nggak boleh bilang gitu." perkataan Karlos membuat bulu kuduk -ku menjadi berdiri dan merinding.
"Aku nggak tau, hati aku ngatain kayak gitu. Aku boleh curhat sesuatu nggak ama kamu ?"
"Curhat aja, aku juga nggak akan bilang ama siapa - siapa. Paling kalau kamu curhat ama kau 2 atau 3 hari udah hilang. Atau pun masuk telinga kiri keluar telinga kanan." aku terpaksa mau mendengarkan curhatanya, kelihatan dari wajahnya begitu menyedihkan, walau pun berat tapi ya sudah lah.
Karlos menatapku tajam penuh perasaan, lalu memeluk diriku sangat erat seperti tak inggin kehilangan diriku. Entah kenapa diriku juga mau dipeluk olehnya. Hatiku seperti meleleh oleh keadaan. Aku tak berkutik oleh pelukanya yang lembut penuh tanda tanya di benak -ku. Sekitar 2,5 menit kami berpelukan ahirnya dia melepasku. Matanya tampak merah dan berlinang mungkin dia menangis. Sebagian pipinya juga basah. Aku seperti tersihir pemandangan yang barusan aku lihat. Tak pernah aku melihat seorang cowok menangis apa lagi sampai menangis di pelukanku. Sekali di dalam hidup -ku.
"Kamu kenapa sih, nangis ya ?" kataku pada karlos, sambil mengusap pipinya dengan ibu jariku.
"Kamu nggak pernahkan melihat cowok cengeng kayak diriku, sekali kan dalam hidup kamu !" katanya tersenyum semanis mungkin padaku, sambil mengelus rambutku.
"Menurutku itu nggak terlalu menyedihkan kok, ya walau pun baru sekali aku ngliat cowok nangis apa lagi ampek nangis di depan aku tapi itu wajajar menuerutku."
"Kok wajar sih ?"
"Ya kan semua orang berhak nangis nggak cuma cewek aja, cowok pun juga boleh."
Entah kenapa rasa marah itu hilang seketika, pikiranku semakin penuh tanda tanya. Hati aku nggak tega ngeliat Karlos menangis dan sepertinya curhattanya begitu penting sehingga membuat aku semakin penasaran.
"Ahir - ahir ini aku mimpi aneh, nggak cuman aneh tapi menakutkan, sedih, galau, menyakitka, dan yang paling aku takut adalah itu terjadi." meneteskan air mata semakin deras.
"Memang mimpi apa ?" mengusap pipinya, sambil mengerutkan jidatku.
"Aaa...Akkkk...aku mimpi, kalau aku akan MATI."
Tiba - tiba HP Karlos berdering, hingga memutuskan cerita yang sangat ingin aku dengar.
"Bentar ya Cer !"
Aku haya mengangguk lesu sambil berpikir, entah apa yang aku pikir, aku juga enggak tau.
"Siapa?, kenapa ada apa ?" kataku penasaran, setelah selesai mengangkat telponya.
"Umi, katanya aku di suruh pulang. Ada hal yang penting. Maaf aku harus pulang !"
"Iya pulang aja, aku nggak papa kok." walau pun rasanya aku tak mengizinkan tapi apa daya aku, ia tak pernak membangkang perintak orangtuanya.
"Soal tadi nggak usah di pikir, itu hanya mimpi kok. Maaf aku nggak bisa nganter kamu pulang, sorry banget ya ?"
"Iya nggak papa, udah sana pulang entar Umi ama Abi kamu math lagik."
Ia hanya menangguk dan tersenyum. Setelah berjalan sekitar 3 langkah, ia kembali untuk memcium pipi dan jidatku.
"Aku menyayangimu, aku mohon untuk akali ini kamu ngucapin kata itu untuk aku, sekali aja sebelum aku pergi."
Aku meneteskan air mata, tanpa sadar aku memeluknya sangat erat.
"Aku Menyayangimu Karlos, Aku Menyayangimu." aku memeluknya tak ingin aku lepaskan pelukan ini dari tubuhnya namun sekejap aku teringat ada hal penting yang ingin Umi dan Abi Karlos bicarakan, lalu aku melepasnya.
"Terima kasih Cery, Aku
Menyayangimu sampai kapanpun. Trima kasih engkau mau menjadi kekasihku
walaupun engkau tak suka Trima kasin Sayangku Cery"
"Sama - sama Karlos, udah sana pulang entar kamu dimarahi ama orang tua kamu lagik."
Karlos pulang entah kenapa aku seperti nggak mengizinkan ia untuk pergi, aku duduk di pantai itu tak sesejuk tadi, rasanya begitu panas dan menyedihkan. Apa lagi selepas Karlos pergi aku menangis tanpa ahir dan aku inin berusaha mencintainya dengan sepenuh hati dalam pikiranku waktu itu.
Selang sehari setelah aku bertemu denganya aku menerima kabar bahwa Karlos telah tiada. Betapa hancur berantakan hatiku ini. Tepatnya pada hari kamis tanggal 22 Desember, ia meninggal. Aku mendengar berita itu dari Ibuku, kebetulan ibuku satu kantor dengan ayah Karlos jadi aku bisa tau.
"Cer ... Cery kamu nggak ngliat Karlos sayang ?" ibu berusaha menghiburku yang syok karna berita itu.
"Aku takut !" wajahku tak ber ekspersi pucat dan menyedihkan dengan air mata yang mengalis sangat deras dan duduk di kasur memeluk kedua lututku.
"TAKUT, takut karna apa sih, nggak nungkin kan kalau Karlos ngantuin kamu. Aneh banget kamu. Cepet ganti baju Ibu tunggu di luar ya"
Aku hanya menganggukkan kepala, dan segera bangkit dari ranjang tidurku. Sampai di sana banya sekali orang yang menangis, sesekali Umi Karlos sampai pingsan. Aku berusaha membendung air mata ini namun tak berhasil, aku tak ingin di katakan mengais bombai palsu. Aku mendekati mayat Karlos yang terdegeletak lemas di perti dengan kainkafan dan kapas di hidungnya.
Melihat pemandangan itu aku menangis terus menangis, aku tak kuat membendung air mataku. Aku mencium pipinya berulang kali. Tiba - tiba Umi Karos memegang pundak -ku, mengajakku pergi dari situ. Aku hanya menangis dan menundukkan kepala. Umi Karlos mengajakku ke kamar karlos.
"Umi Karlos meninggal karna apa ?" umi tak menjawb pertanyaanku. Aku terus berusaha bertanya namun ia tak menjawab pertayaanku satu pun.
"Umi apakah aku begitu jahat padanya ?"
"Tidak sayang, kamu udak ngabulin permintaan dia yang terahir."
"Maksut Umi ?"
"Ya yang dua hari lalu kamu berikan padanya."
Umi meninggalkan ku sendiri di kamar Karlos. Aku melihat foto - foto karlos denganku tersusun rapi di sebuah album dan yang lain di pajang di meja, kamar mandi dan bahkan di tempelkan di almari luar dan dalam. Aku baru sadar ternyata dia mencintaiku begitu tulus dan sangat besar mencintailku. Di mejanya ada sebuah buku bertuliskan 'Diary Perjalanan Cinta Sang Pangeran' aku tanpa pikir panjang mengambilnya.
Setelah kepergian Karlos hidupku sepi bahkan sangat sepi. Di manapun aku selau teringat dia, yang selalu menanyakan kabarku, dimana aku, mengingatkan makan, solat, ngebangunin aku, melarang pulang malem dan semua yang menbuat aku bosan dulu tapi setelah ia takada rasa kangen dan semua itu membuat aku sedih, menyesal dan lebih parahya aku jatuh cinta padanya.
Buku harian Karlos yang telah selesai aku baca menceritakan perjunganya mendapatkan cintaku dan penyebab Karlos meninggal adalah saraf nadi pada tubuhnya putus. Entah karna apa di diarynya tak di jelaskan. Pernyataan itu di tulis oleh adik kembar Karlos Lia dan Lina.
"Karlos maafkan aku semoga kamu hidup tenang di sana, aku menyayangimu. Jangan lupakan akau Karlos, cinta kita akan abadi di hati aku SELAMANYA. Walaupun lika - liku perjalanan hidup akan aku lewati dengan hati yang tulus, aku BERJANJI padamu aku tidak akan pernah menyianyiakan orang lagi aku janji."
Kataku di pantai ini aku pulang dengan seluruh hati dan perasaan aku. Trima kasih untuk semua pantai . . . Trima kasih untuk mu Karlos peljaran yang indah telah kau berikan padaku.
"Sama - sama Karlos, udah sana pulang entar kamu dimarahi ama orang tua kamu lagik."
Karlos pulang entah kenapa aku seperti nggak mengizinkan ia untuk pergi, aku duduk di pantai itu tak sesejuk tadi, rasanya begitu panas dan menyedihkan. Apa lagi selepas Karlos pergi aku menangis tanpa ahir dan aku inin berusaha mencintainya dengan sepenuh hati dalam pikiranku waktu itu.
Selang sehari setelah aku bertemu denganya aku menerima kabar bahwa Karlos telah tiada. Betapa hancur berantakan hatiku ini. Tepatnya pada hari kamis tanggal 22 Desember, ia meninggal. Aku mendengar berita itu dari Ibuku, kebetulan ibuku satu kantor dengan ayah Karlos jadi aku bisa tau.
"Cer ... Cery kamu nggak ngliat Karlos sayang ?" ibu berusaha menghiburku yang syok karna berita itu.
"Aku takut !" wajahku tak ber ekspersi pucat dan menyedihkan dengan air mata yang mengalis sangat deras dan duduk di kasur memeluk kedua lututku.
"TAKUT, takut karna apa sih, nggak nungkin kan kalau Karlos ngantuin kamu. Aneh banget kamu. Cepet ganti baju Ibu tunggu di luar ya"
Aku hanya menganggukkan kepala, dan segera bangkit dari ranjang tidurku. Sampai di sana banya sekali orang yang menangis, sesekali Umi Karlos sampai pingsan. Aku berusaha membendung air mata ini namun tak berhasil, aku tak ingin di katakan mengais bombai palsu. Aku mendekati mayat Karlos yang terdegeletak lemas di perti dengan kainkafan dan kapas di hidungnya.
Melihat pemandangan itu aku menangis terus menangis, aku tak kuat membendung air mataku. Aku mencium pipinya berulang kali. Tiba - tiba Umi Karos memegang pundak -ku, mengajakku pergi dari situ. Aku hanya menangis dan menundukkan kepala. Umi Karlos mengajakku ke kamar karlos.
"Umi Karlos meninggal karna apa ?" umi tak menjawb pertanyaanku. Aku terus berusaha bertanya namun ia tak menjawab pertayaanku satu pun.
"Umi apakah aku begitu jahat padanya ?"
"Tidak sayang, kamu udak ngabulin permintaan dia yang terahir."
"Maksut Umi ?"
"Ya yang dua hari lalu kamu berikan padanya."
Umi meninggalkan ku sendiri di kamar Karlos. Aku melihat foto - foto karlos denganku tersusun rapi di sebuah album dan yang lain di pajang di meja, kamar mandi dan bahkan di tempelkan di almari luar dan dalam. Aku baru sadar ternyata dia mencintaiku begitu tulus dan sangat besar mencintailku. Di mejanya ada sebuah buku bertuliskan 'Diary Perjalanan Cinta Sang Pangeran' aku tanpa pikir panjang mengambilnya.
Setelah kepergian Karlos hidupku sepi bahkan sangat sepi. Di manapun aku selau teringat dia, yang selalu menanyakan kabarku, dimana aku, mengingatkan makan, solat, ngebangunin aku, melarang pulang malem dan semua yang menbuat aku bosan dulu tapi setelah ia takada rasa kangen dan semua itu membuat aku sedih, menyesal dan lebih parahya aku jatuh cinta padanya.
Buku harian Karlos yang telah selesai aku baca menceritakan perjunganya mendapatkan cintaku dan penyebab Karlos meninggal adalah saraf nadi pada tubuhnya putus. Entah karna apa di diarynya tak di jelaskan. Pernyataan itu di tulis oleh adik kembar Karlos Lia dan Lina.
"Karlos maafkan aku semoga kamu hidup tenang di sana, aku menyayangimu. Jangan lupakan akau Karlos, cinta kita akan abadi di hati aku SELAMANYA. Walaupun lika - liku perjalanan hidup akan aku lewati dengan hati yang tulus, aku BERJANJI padamu aku tidak akan pernah menyianyiakan orang lagi aku janji."
Kataku di pantai ini aku pulang dengan seluruh hati dan perasaan aku. Trima kasih untuk semua pantai . . . Trima kasih untuk mu Karlos peljaran yang indah telah kau berikan padaku.
0 komentar:
Posting Komentar